Postingan Terunggul Hari Ini

Suasana Pada Masa lalu Membawa Mendung

Terpendam rindu mendayung kalbu, hati-hati untuk kusentuh, takut-takut bisa menyakiti. Sayup-sayup hening menyapa, mengantar roh pada masa i...

Perkembangan Tradisi Hindu-Buddha, Masa-masa kerajaan hindu buddha



Perkembangan Tradisi Hindu-Buddha - Sikap aktif selektif diterapkan bangsa Indonesia terhadap kebudayaan dari luar, artinya kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia diseleski dan disesuaikan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, setelah agama dan kebudayaan agama hindu-Buddha masuk ke Indonesia terjadilah akulturasi. Perwujudan akulturasi antara kebudayaan hindu-budhha dengan kebudayaaan Indonesia antara lain sebagai berikut :

Perkembangan Tradisi Hindu-Buddha, Masa-masa kerajaan hindu buddha
Perkembangan Tradisi Hindu-Buddha, Masa-masa kerajaan hindu buddha

 
a. Seni bangunan

Wujud akulturasi seni bangunan terlihat pada bangunan candi, salah satu contohnya adalh Candi Borobudur yang merupakan perpaduaan kebudayaan budha yang berupa patung dan stupa dengan kebudayaan asli Indonesia, yakni punden berundak (budaya megalitikum).

b. Seni rupa dan seni ukir

Akulturasi di bidang seini rupa dan seni ukir terlihat pada candi Borobudur yang berupa relief sang Buddha Gautama (pengaruh dari Buddha) dan relief perahu bercadik, perahu besar tidak bercadik, perahu lesung, perahu kora-kora, dan rumah panggung yang diatapnya ada burung bertengger (asli Indonesia). Di samping itu, ragam hias pada candi-candi yang merupakan perpaduan seni india dan Indonesia.

c. Aksara dan seni sastra

Pengaruh budaya hindu-Buddha salah satunya menyebabkan bangsa Indonesia memperoleh kepandaian membaca dan menulis aksara, yaitu huruf pallawa dan bahasa sanskerta. Kepadanian baca-tulis akhirnya membawa perkembangan dalam seni sastra. Misalnya, cerita mahabrata dan Ramayana berakulturasi menjadi wayang “purwa” karena wayang merupakan kebudayaan asli Indonesia. Demikian juga kitab mahabarata dan Ramayana digubah menjadi hikayat perang pandawa jaya dan hikayat sri rama, dan hikayat maharaja rahwana.

Dalam pertunjukan pewayangan yang merupakan kebudayaan asli Indonesia, isi ceritanya dari india yang bersumber pada kitab mahabarata dan Ramayana. Munculnya punakawan, seperti semar, gareng, petruk dan bagong adalah penambahan bangsa Indonesia sendiri. Ragam hias pada wayang purwa adalah akulturasi seni india dan Indonesia.

d. Sistem pemerintahan

Di bidang pemerintahan dengan masuknya pengaruh hindu maka muncul pemerintahan yang dipegang oleh raja. Semula pemimpinnya adalah kepala suku yang dianggap mempunyai kelebihan dibandingkan warga lainnya (primus interpares). Raja tidak lagi sebagai wakil dari nenek moyang, tetapi sebagai penjelmaan dewa di dunia sehingga muncul “Dewa raja”.

e. Sistem kalender

Masyarakat Indonesia telah mengenal astronomi sebelum datangnya pengaruh hindu-buddha. Pada waktu itu astronomi dipergunakan untuk kepentingan praktis. Misalnya, dengan melihat letak rasi (kelompok) bintang tertentu dapat ditentukan arah mata angin pada waktu berlayar dan tahu kapan mereka harus meletakkan aktivitas pertanian.

Berdasaran letak bintang dapat diketahui musim-musim yang ada, antara lain musim kemarau, musim labuh, musim hujan, dan musim mareng. Jadi di Indonesia telah mengenal sistem kalender yang berpedoman pada pranatamangsa, misalnya mangsa kasa (kesatu) dan mangsa karo (kedua).
Kebuyaan hindu Buddha yang masuk ke Indonesia telah memiliki perhitungan kalender, yang disebut kalender saka dengan perhitungan 1 tahun terdiri atas 365 hari. Menurut perhitungan tahun saka, selisih tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun.

f. Sistem kepercayaan

Nenek moyang bangsa Indonesia mempunyai kepercayaan menyembah roh nenek moyang (animism) juga dinamisem dan totemisme. Namun, setelah pengahur Hindu-Buddha masuk terjadilah akulturasi sistem kepencayaan sehingga muncul agama Hindu dan Buddha. Pergeseran fungsi candi. Misalnya fungsi candi di india sebagai tempat pemujaan sedangkan di Indonesia candi di samping tempat pemujaan, sedangkan di Indonesia di samping tempat pemujaan juga ada yang difungsikan sebagai makam (biasanya raja/pembesar kerajaan).

g. Filsafat

Akulturasi filsafat hindu Indonesia menimbulkan filsafat hindu jawa, misalnya, tempat yang makin tinggi makin suci sebab merupakan tempat bersemayam para dewa. Itula sebabnya raja-raja jawa (Surakarta dan Yogyakarta) setelah meninggal dimakamkan di tempat-tempat yang tinggi, seperti Giri bangun, Giri layu (Surakarta) dan imogiri (Yogyakarta).



MASA KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA

Setelah kita mempelajari masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan hindu-Buddha di Indonesia, marilah sekarang kita pelajari kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya serta hukum di Indonesia pada masa kerajaan-kerajaan bercorak hindu-buddha.

A. KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

1. Kerajaan kutai



a. Kehidupan politik kutai

Kerajaan kutai yang berlokasi di hulu sungai Mahakam, Kalimantan timur adalah kerajaan bercorak hindu pertama di Indonesia. Sumber utama kerajaan kutai ialah tujuh buah batu tertulis yang disebut yupa. Yupa itu ditulis dengan huruf pallawa dan berbahasa sanskerta. Yupa itu diperkirakan ditulis pada tahun 400 M (abad ke-5 M). Dari Yupa itu dapat diketahui bahwa raja yang memerintah ialah mulawarwan, anak Aswawarman, dan merupakan cucu kudungga. Disebutkan pula dalam yupa itu bahwa raja Mulawarman memberikan hadiah 1000 ekor lembu kepada kaum brahmana, selain itu, disebutkan pula bahwa aswawarman adalah wansakarta (pendiri dinasti).

Dari berbagai keterangan tersebut dapat dipastikan bahwa kerajaan kutai telah mendapat pengahur hindu, namun, pengahur hindu diduga setelah kudungga selesai memerintah. Hal itu didasarkan pada nama kudungga sendiri adalah nama asli Indonesia. Oleh karena itu kudungga tidak disebut wangsakarta. Raja mulawarman adalah raja terbesar kutai dan telah memeluk agama hindu.
b. Kehidupan sosial-Ekonomi kutai
Dilihat dari letak kerajaan kutai pada jalur perdagangan dan pelayaran antara barat dan timur maka aktivitas perdagangan tampaknya menjadi mata pencaharian yang uama. Rakyat kutai sudah aktif terlibat dalam perdagangan internasional dan tentu saja mereka berdagan pula sampai ke perairan laut di pasaran internasional. Dengan demikian, kutai telah termasuk daerah persinggahan perdagangan internasional, yaitu selat malaka-laut jwa-selat makasar-kutai-cina atau sebaliknya.
c. Kehidupan kebudayaan kutai
Kehidupan kebudayaan masyarakat kutai erat kaitannya dengan kepercayaan/agama yang dianut. Yupa merupakan saalah satu hasil budaya masyarakat kutai, yaitu tugu batu yang merupakan warisan nenek moyang bansa Indonesia dari zaman megalitikum, yakni bentuk menhir.
Salah satu yupa itu menyebutkan suatu tempat suci dan nama waprakewara (tempat pemujaan dewa siwa). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat kutai adalah pemeluk agama siwa.

2. Kerajaan Tarumanegara

a. kehidupan politik Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara diduga terletak di Bogor, Jawa Barat yang merupakan kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia. Sumber-Sumber sejarah kerajaan tarumanegara dapat dibagi menjadi dua, seperti berikut

1. Berita dari Cina zaman Dinasti Tang
Berita dari Cina menyebutkan adanya kerajaan To-Lo-Mo (TarumaNegara) mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 528, 538, 665, dan 666 M.
2. Prasasti-Prasti di Jawa barat
Prasasti yang menceritakan tentang kerajaan Tarumanegara, Misalnya sebagai berikut
a. Prasasti Ciaruteun (Bogor)
b. Prasasti Kebon Kopi (Bogor)
c. Prasasti Jambu atau prasasti pasir Koleangkak (Bogor)
d. Prasasti Pasir awi atau Pasir Muara (Bogor)
e. Prasasti Tugu (Cilincing, Tanjuk Priok, Jakarta)
f. Prasasti lebak (Banten selatan)
Ketujuh prasasti tersebut berbahasa sanskerta dan berhuruf Pallawa.

Prasasti Ciaruteun selain berisi empat baris kalimat, pada prasasti ini juga dipahatkan lukan seperti lebah-lebah dan sepasang telapak kaki. Empat baris kalimat itu berbunyi “Ini kedua telapak kaki, yang seperti kaki dewa wisnu, raja di negeri trauma raja yang sangat gagah berani.”
Isi Prasasti kebon kopi, yakni adanya bekas tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah airawati (gajah tunggangan dewa wisnu). Adapun prasasti Jambu berisi tentang kegagahan Raja Purnawarman. Bunyi prasasti itu, antara lain “Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termahksur Sri Purawarman yang memerintah di Taruma dan yang baju zirahnya tidak dapat ditembus oleh musuh”

Prasasti yang ditemukan semuanya tidak berangka tahu. Namun, hasil huruf yang dipakai dapat diperkirakan bahwa kerajaan tarumanegara berkuasa di jawa barat dan pada sekitar abda ke-5 M dengan rajanya purnawarman.

Menurut etimologi Prof. Poerbotjaraka bahwa sungai/saluran candrabhaga adalah sungai bekasi sekarang. Hal ini berkaitan dengan kata chandrabhaga yang diduga berasal dari kata “Candra” dan “bhaga”. Candra berarti sasi (bulan) dank arena adanya perubahan kata sehingga menjadi bhagasasi. Dalam perkembangannya, bhagasasi menjadi bekasi.

b. Kehidupan sosial-Ekonomi  Tarumanegara
Kehidpan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahi dari isi prasasti tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian saluran gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) dan selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Selesai penggalian, raja Purnawarman mengadakan selamatan dengan memberikan hadiah 1000 ekor sapi kepada para brahmana. Pembangunan itu mempunyai arti ekonomis baagi rakyat karena dapat dipergunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Dengan demikian, rakyat akan hidup makmur, aman dan sejahtera. Disamping saluran gomati, dalam prasasti tugu juga disebutkan adanya penggalian saluran candrabhaga.

c. Kehidupan kebudayaan
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara maka dapat diketahui bahwa kehidupan kebudayaan masyarakat pada masa itu sudah tinggi.

3. Kerajaan Sriwijaya

a. Kehidupan Politik

Sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan untuk mengetahui kerajaan sriwijaya, antara lain sebagai berikut
1. Berita-berita dari cina, india, malaka, Ceylon, arab dan parsi
2. Prasasti-Prasasti (enam di sumatera selata dan di pulau Bangka)
a. Prasasti kedukan bukit (605 S/683 M) di Palembang. Isinya Dapunta Hyang mengadakan peerjalanan selama delapan hari dengan membawa 20.000 pasukan dan berhasil menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
b. Prasasti Talang Tuo (606 S/684 M) disebelah barat Palembang. Isinya tentang pembuatan Taman sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
c. Prasasti Kota dapur (608 S/686M) di Bangka.
d. Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) I jambi. Prasasti kota kapur dan prasasti karang birahi berisi permohonan kepada dewa untuk keselamatan rakyat dan kerajaan sriwijaya.
e. Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya berupa kutukan terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
f. Prasasti palas pasemah di pasemah, Lampung selatan. Isinya wilayah lampung selatan telah diduduki sriwijaya.
g. Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra. Isinya sriwijaya diperintah oleh Darmaseta.
Menurut sumber berita cina yang ditulis oleh I-Tsing dinyatakan bahwa kerajaan sriwijaya berdiri pada abad ke 7 M. Berdasarkan prasasti Ligor, pusat pemerintahan sriwijaya di muara takus, yang kemudian dipindahkan ke Palembang. Kerajaan sriwijaya kemudian muncul sebagai kerajaan besar di asia tenggara.
Faktor-Fakto yang mendorong sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut
1. Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
2. Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
3. Runtuhnya kerajaan funan di Indocina, dengan runtuhnya funan memberikan kesempatan kepada sriwijaya untuk berkembang sebagai Negara maritime menggantikan funan.
4. Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.

Perluasan wilayah dilakukan dengan menguasai Tulang Bawang (lampung), kedah, pulau Bangka, jambi, tanah genting kra dan jawa (kaling dan mataram kuno). Dengan demikian, kerajaan sriwijaya bukan lagi merupakan kerajaan senusa (kerajaan yang berkuasa atas satu pulau saja) melainkan merupakan Negara antarnusa (Negara yang berkuasa atas beberapa pulau) sehingga sriwijaya merupakan Negara nasional pertama di Indonesia).

Kerajaan seriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada masa belaputra dewa.raja ini mengadakan hubungan persahabatan dengan rajadewapala dewa dari india.dalam prasasti nalada disebutkan bahwa raja dewapala dewa menghadiakan sebidang tanah untuk mendirikan sebuah biara untuk para pendeta sriwijaya yang belajar agama Buddha di india. Selain itu,dalam Prasasti Nalada juga di sebutkan bahwa adanya silsila Raja Balaputra dewa dan dengan tegas menunjukkan bahwa Raja Syailendra[Darararindara] merupakan nenek monyangnya.

b.Kehidupan sosial ekonomi

Sriwijaya berhasil menguasai selat malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tengara sehinga menguasai perdagangan nasional dan internasional . Hal ini didukung letaknya yang strategis di jalur perdagangan india-cina. Penguasaan sriwijaya atas selat malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangannya sebagai kerajaan maritime sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan, dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan mendapatkan keuntungan yang besar dari aktivitas itu.

c. Kehidupan keagamaan kerajaan sriwijaya

Dalam bidang agama, kerajaan sriwjaya menjadi pusat agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha yang berkembang di sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang terkenal ialah dharmkirti.

Para peziarah agama budah sebelum ke india harus tinggal di sriwijaya. Diantaranya ialah I’ Tsing. Sebelum menuju ke india ia mempersiapkan diri dengan mempelajari bahasa sanskerta selama enam bulan (1671). Begitu pula ketika pulang dari india, ia tinggal selam empat tahun (681-685) untuk menerjemahkan agama Buddha dari bahasa sanskerta ke bahasa cina. Di samping itu juga ada pendeta dari Tibet, yang bernama Atica yang datang dan tinggal di sriwijaya selama 11 tahun (1011-1023) dalam rangka belajar agama budha dari seorang guru besar dharmkirti.

4. Kerajaan mataram kuno

Kerajaan mataram kuno terletak di jawa tengah dengan intinya sering disebut bumi mataram. Daerah ini dikelilingi oleh gunung sindoro, gunung sumbing, gunung merapi-merbabu, gunung lawu, dan pegunungan sewu. Daerah ini juga dialiri oleh sungan Bogowonto, sungai progo, sungai elo, dan sungai bengawan solo. Itula sebabnya daerah ini sangat subur.
Di bumi mataram diperintah oleh dua wangsa dan dinasti, yaitu dinasti sanjaya yang begama hindu (di bagian utara), dan dinasti syailendra yang beragama Buddha (di bagian selatan). Dalam hal pembuatan candi, kedua dinasti dapat bekerja sama, tetapi di bidang politik terjadi perebutan kekuasaan.

a. Kehidupan politik kerajaan mataram kuno

Pada mulanya yang berkuasa di mataram adalah dinasti sanjaya. Bukti adanya kerajaan mataram kuno di jawa tengah dapat diketahui dari prasasti canggal yang ditemukan di kaki gunung wukir, magelang. Prasati Canggal dikeluarkan oleh raja sanjaya dengan berangka tahun berbentuk candrasengkala berbunyi srutiindriyarasa atau tahun 654=732 M berhuruf pallawa dan berbahasa sanskerta. Isi pojok prasasti canggal adalah pendirian sebuah lingga di bukit stirangga buat keselamatan rakyatnya.
Petunjuk lain tentang sanjaya adalah prasasti mantyasih atau prasasti kedu yang dibuat oleh raja balitung. Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama (wangsakarta) dengan ibukota kerajaraannya dis mdang ri poh pitu. Dalam prasasti itu juga disebutkan raja-raja yang pernah memerintah, sebagai berikut
1. Sanjaya
2. Panangkara
3. Panunggalan
4. Warak
5. Garung
6. Pikatan
7. Kayuwangi
8. Watuhumalan
9. Balitung

Prasasti Dinoyo di jawa timur tahun 706 menyebutkan adanya raja gajayana yang mendirikan tempat pemujaan dewa Agastya (perwujudan siwa sebagai mahaguru) diwujudkan pula dalam bentuk lingga. Di samping itu, juga didirikan candi badut dengan berlanggam candi jawa tengah.
Prasasti kalasan tahun 778 M menyebutkan bahwa keluarga syailendra berhasil membujuk panangkaran untuk mendirikan bangunan suci buat dewi Tara (istri Buddha) dan sebuah biara untuk para pendeta. Panagkaran juga menghadiahkan desa kalasan kepada sanggha.
Pada prasasti Balitung yang berangka 907 M disebutkan nama keluarga raja-raja keturunan Sanjaya membuat nama panangkaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu dinasti sanjaya dan Sailendra sama-sama berperan di jawa tengah. Dinasti sanjaya di bagian utara dengan mendirikan candi hindu, seperti gedong sanga di ungaran, candi dieng di dataran tinggi dieng. Adapun Dinasti syailendra di bagian selatan dengan mendirikan candi Buddha, seperti Borobudur, mendut dan kalasan.
Dalam prasasti Kelurak (di daerah prambanan) tahun 782 disebutkan tentang pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan sanggha yang dapat disamkan dengah Brahma, Wisnu dan siwa. Mungkin sekali bangunan sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara prambanan. Raja yang memerintah pada waktu itu ialah indra. Pengganti indra yang terkenal ialah Smaratungga yang dalam pemerintahannya mendirikan candi Borobudur 824.

Di bawa pemerintahan Putri smaratungga, yakni Pramodhawardani Ddinasti Syailendra dan sanjaya menjadi satu karena perkawinannya dengan rakai pikatan yang kemudian membangun candi-candi Buddha dan hindu. Misalnya, candi Plaosan yang merupakan candi budhha banyak disebut nama dri kahuluan sri pikatan dapat diartikan nama sri kahuluan adala gelar pramodhawardani. Rakai pikatan mendirikan candi Hindu yakni candi prambanan (Loro Jongrang) yang sangat megah. Dengan dibangunnya candi Hindu dan Buddha yang berdekatan mengambarkan adanya kerukunan beragama di bumi Mataram.

Pada tahun 856 terjadi perubahan besar di jawa Tengah, Balaputra dewa (adik pramodhawardani) yang pusat di pegunungan selatan yang terkenal dengan Istana Ratu Boko berusaha untuk merebut kekuasaan. Namun, ia malah tersingkir dari jawa Tengah dan akhirnya melarikan diri ke Sumatra (menjadi raja di sriwijaya). Jawa tengah kemudian sepenuhnya diperintah oleh Dinasti sanjaya. Raja terakhirnya Raja Wawa dan digantikan Empu Sendok yang kemudia memindahkan pusat pemerintahannya ke jawa timur.

b. Kehidupan sosial Ekonomi mataram kuno

Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonomian dengan pesat. Pada masa raja Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan lewat sungai bengawan solo. Pada prasasti Wonogiri (903) disebutkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelanjaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.

c. Kehidupan agama dan kebudayaan mataram kuno
Bumi mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sailendra. Dinasti sanjaya beragama hindu dengan pusat kekuasaanya di utara. Hasil budayanya berupa candi-candi, seperti Gedong sanga dan kompleks candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti Sailendra beragama Buddha dengan pusat kekausaanya di daerah selatan. Hasil budayanya, seperti Candi Borobudur, mendut dan pawon.
Se ula terjadi perebutan kekuasaan, namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara pikatan (Sanjaya) beragama hindu dengan PRamodhawardhani (Sailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan begapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah satu sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lesatikan agar tercipta kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan.

5. Dinasti di Jawa timur

Pada abad ke-10 Pusat pemerintahan di jawa tengah dipindahkan ke jawa timur yang tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pendapat lama mengatakan karena bencana alam,, yakni meletusnya gunung berapi dan akibat banyak tenaga laki-laki yang dipekerjakannya untuk membuat candi sehingga sawa menjadi terbengkalai.
Pendapat baru menyatakn adanya dua fakto penyebabnya. Pertama, keadaan alam bumi mataram tertutup secara alamiah dari dunia luar sehingga sulit untuk berkembang. Sebaliknya, alam jawa timur lebih terbuka untuk mengembangkan aktivitas perdagangan dengan dunia luar. Sungai bengawan solo dan sungai brantas dapat dipakai sebagai sarana perhubungan dan perdagangan antara pedalaman dan pantai. Di samping itu, tanah di jawa timur masih subur dibandingkan dengan jawa tengah yang sudah lama dimanfaatkan. Kedua masalah politik, yakni untuk menghindarkan dari serangan sriwijaya. Hal itu disebabkan setelah Dinasti Syailendra terdekas dari jawa tengah dan menetap di sumatera merupakan ancaman yang serius bagi dinasti sanjaya.

A. Kehidupan Politik Dinasti di Jawa Timur

Pemindahan kekuasaan ke jawa timur dilakukan oleh raja empu sendok dan membentuk dinasti baru yakni isana. Nama isana diambild ari gelar resmi Empuk sendok, yakni Sri Maharaja Rake Hino Dri Isanawikramatunggadewa. Wilayah kekuasaan Empu dendok meliputi nganjuk disebelah barat, pasuruan di timur, Surabaya di utara, dan malang di selatan. Empu sendok memgang pemerintahan tahun 929-947 dengan pusat pemerintahannya di watugaluh. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana dengan melakukan berbagai usaha untuk kemakmuran rakyat. Di antaranya ialah membuat bendungan-bendungan untuk perairan dan memberikan hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan-bangunan suci. Di samping itu juga memerintahkan untuk mengubah sebuah kitab agama Buddha aliran tantrayana yang diberi judul Sang Hyang Kamahayanikan.

Setelah empu sendok meninggal kemudian digantikan oleh putrinya yang bernama sri isanatunggawijaya. Putri ini menikah dengan lokapala yang melahirkan seorang putra yang bernama Makutawangsawardana sebagai peneruskan takhta ibunya. Setelah Makutawangsawardana meninggal yang menggantikan ialah Dhamawangsa (990-1016). Dalam pemerintahannya ia berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya yang hidup dari pertanian dan perdagangan.

Pada saat itu pusat perdagangan di Indonesia dikuasai oleh sriwijaya sehingga untuk mengambilalihnya Dharmawangsa berusaha untuk menyerang sriwijaya. Namun, sriwijaya bangkit mengadakan serangan balasan. Dala hal ini sriwijaya mengadakan kerja sama dengan kerajaan Worawari (kerajaan di jawa). Serangan worawari sangat tepat, yakni ketika Dhamawangsa melangsungkan upacara pernikahan putrinya dengan Airlangga (1016_ putra raja bali. Dhamawangsa beserta seluruh pembesar istana tewas (pralaya). Namun, Airlangga berhasil meloloskan diri beserta istri, pengiringnya yang setia Narotama, dan beberapa pendeta menuju hutan wonogiri.

Selama tiga tahun (1016-1019) Airlangga digembleng lahir dan batin oleh para pendeta. Atas tuntunan rakyat dan pendeta, Airlangga bersedia menjadi raja menggantikan Dhamawangsa. Pada tahun 1019, Airlangga dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sri Maharaja rake Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Tugas Airlangga ialah mengembalikan kekuasaan seperti zaman Dhamawangsa dan berhasil dengan baik. Ibukota kerajaan yang sebelumnya berada Wutan Mas, kemudian dipindahkan ke kahuripan pada tahun 1037. Selanjtunya, Airlangga melakukan pembangunan di segala bidang demi kemakmuran rakyatnya.

Pada tahun 1042 Airlangga mengundurkan diri dari takhta dan menjadi seorang petapa dengan nama Jatinidra atau resi jatayu. Sebelumnya airlangga ingin menobatkan putrinya, Sri Sanggramawijaya untuk menjadi raja, namun ditolak karena ingin menjadi petapa yang dikenal dengan nama Dewi Kili Suci. Akhirnya, kerajaan Airlangga dibadi menjadi dua, yakni jenggal dengan ibu kota kahuripan dan Panjalu yang dikenal dengan nama Kediri untuk kedua putranya dari istri selir. Jenggala diperintah oleh Garasakan, sedangkan Kediri oleh Samarawijaya.

B. Kehidupan Sosial-Ekonomi Dinasti Isana di jawa timur

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat kerajaan di jawa timur ini cukup baik karena mendapat perhatian raja-raja yang memerintah. DI antaranya Airlangga yang memerintahkan membuat tanggul di Waringin Pitu (Prasasti Kalegen 1037) dan waduk-waduk di beberapa bagian sungai brantas untuk pengairan sawah-sawah dan mengurangi bahaya banjir. Untuk memajukan aktivitas perdagangan, Airlangga juga mengadakan perbaikan pelabuhan Ujung galuh yang letaknya di sungai Brantas; sedangkan pelabuhan kembang putih di tuban diberikan hak-hak istimewa.

6. Kerajaan Kediri

a. Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Dalam persaingan antara panjalu dan Kediri, Ternyata Kediri yang unggul dan menjadi kerajaan yang besar kekuasaanya. Raja terbesar dari kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135-1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil. Panjalu dan jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha simbol Airlangga.
Pada masa pemerintahannya keusastraan diperhatikan. Empu sedah dan empu Panuluh menggubah karya kitab Bharatayudha yang mengambarkan peperangan antara pendawa dan kurawa yang untuk menggambarakn peperangan antara jenggala dan Kediri. Empu Panuluh juga menggubah kakawin hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meralam kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa tanah jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka jayabaya”.
Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara Empu Tan Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dhamaja menulis kitab Smaradahana. Di dalam kitab Smaradahana ini kameswara dipuji-puji sebagai titiasan kamajaya, permaisurinya ialah sri kirana atau putir candrakirana.
Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaanya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah kerajaan Kediri dan muncul kerajaan singasari.

b. Kehidupan Sosial ekonomi kerajaan Kediri
Pada masa kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan kehidupan sosial ekonomi masyarkat saat itu. Diantaranya kitab lubdaka yang berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur berdasarkan asal dan kedudukannya, melainkah berdasarkan kelakuannya.
Berdasarkan Kronik-Kronik cina maka kehidupan perekonomian rakyat Kediri dapat dikemukakan sebagai berikut
1. Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan.
2. Kediri banyak menghasilkan beras
3. Barang-barang dagangan yang aku di pasaran saat itu antara lain emas, perak, gading dan kayu cendana.
4. Pajak rakyat berupa hasil bumi, sepeti besar dan palawija
Adapun kehidupan sosialnya sebagai berikut
1. Rakyat Kediri pada umumnya memiliki tempat tinggal yang baik, bersih dan rapi
2. Hukuman yang dilaksanakan ada dua macam, yakni hukuman denda (berupa emas) dan hukuman manti (khususnya pencuri dan perampok
c. Kehidupan kebudayaan, khususnya sastra di kerajaan Kediri
Di bidang kebudayaan, khususnya sastra, masa Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, antara lain sebagai berikut
1. Pada masa Dhamawangsa berhasil disadur kitab Mabarata ke daam bahasa jawa Kuno yang disebut Kitab Wirataparea. Selain itu juga disusun kitab hukum yang benama Siwasasana.
2. Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
3. Masa jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh empu sedha dan empu panuluh. Di samping itu, empuh panulu juga menulis ktiab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
4. Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smarahahana oleh Empu Dhamaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan Akung.

7. Kerajaan Singasari

a. Kehidupan Politik Kerajaan singasari
1. Ken Arok (1222-1227)
Pendiri kerajan singasari adalah Ken Arok yang menjadi raja singasari dengan gelar Sri Rangga rajasa sang Amurwabumi. Munculnya ken Arok sebagai raja pertama singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni dinasti Rajasa (Rajawangsa) atau Girindra (Girindrwangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222-1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri ken Arok). Ken arok dimakamkan di kegenengan dalam bangunan siwa-Buddha.
2. Anuaspati
Dengan meninggalnya ken Arok maka takhta kerajaan singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.
Peristiwa kematian ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (Putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke gedong jiwa (Tempat kediaman Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya  dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3.Tohjoyo (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta kerajaan singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah kerajaan singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.
4. Ranggawuni (1248-1268)
Ranggawuni naik takhta kerajaan singasari pada tahun 1248 dengan gelar sri Jawa Wisnuwardana oleh mahesa cempaka (anak dari mahesa Wongateleng) yang dberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pemerintahan Ranggawuni membawa ketentraman dan kesejahteraan rakyat singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (Raja muda) dengan maksud mempersiapkannnya menjadi raja besar di kerajaan singasar. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di candi Waleri sebagai siwa.
5. Kartanegara (1268-1292)
Kartanegara adalah Raja singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar sri maharajadiraja sri kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri I hino, mahaamentri I halu, dan mahamentri I sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.
Setelah jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi pamalayu 1275 yang berhasil menguasai kerajaan melayu. Hal Ini ditandai dengan pengiriman Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara. Selain menguasai melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja champan, dengan tujuan untuk menahan perluasan kekuasaan kubilai khan dari dinasti mongol.
Kubilai khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai nuka utusannya yang bernama mengki. Tindakan kartanegara ini membuat kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke jawa.

Mengetahui sebagian besar pasukan singasari dikirm untuk menghadapi serangan mongol maka jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarkan dari dua arah, yakni arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti,
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan kertanegara berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanegara beserta pembesar-pembesa istana tewas dalam serangan tersebut.
Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja,. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.

Dengan gugurnya kertanegara maka kerajaan Singasari dikuasai oleh Jakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasaan kerajaan singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, kertanegara kemudian didharmakan sebagai siwa-Buddha (bairawa) di candi singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

b. Kehidupan sosial kerajaan singasari

Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, ia berusaha meningkatkan kehidupan sosial masyarakatnya. Terjaminnya kehidupan sosial masyarakat Tumapel mengakibatkan bergabungnya daerah-daerah di sekitarnya. Perhatian ken Arok bertambah besar ketika ia menjadi raja di singasari. Dengan demikian, rakyat hidup dengan aman dan damai untuk mencapai kesejahteraanya.
Akan tetapi, ketika masa pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakat singasari kurang mendapatkan perhatian. Baru pada masa pemerintahan Wisnuwardana, kehidupan sosial masyarakatnya teratur baik. Rakyat hidup dengan tentram dan damai. Begitu juga masa pemerintahan Kertanegara. Dalam kehidupan ekonomi, rakyat kerajaan singasari hidup dari pertanian, pelayaran, dan perdagangan.

c. Kehidupan kebudayaan kerajaan singasari

Kehidupan kebudayaan masyarakat singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil peninggalan singasari, diantaranya adalah candi kidal, candi jago, dan candi singasari. Adapun arca atau patung hasil peninggalan kerajaan singasari, antara lain patung ke dedes sebagai perwujudan dan prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan patung kertanegara dalam wujud patung joko dolog.

8. Kerajaan Majapahit

Kerajaan majaPahit teretak di sekitar sungai berantas dengan pusatnya di Daerah Mojokerto. Majapahit merupakan puncak kerajaan-kerajaan di jawa timur dan merupakan Kerajaan hindu terbesar Indonesia. Majapahit disebut juga sebagai Negara kesatuan kedua. Tahukah kalian, faktor-faktor yang mendorong lahirnya kerajaan majapahit menjadi kerajaan besar?

a. Kehidupan Politik.
1. Raden Wijaya (1292-1309)
Kerajaan majapahit lahir dalam suasana perubahan besar dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1292 kertanegara gugur oleh penghkhianatan Jayakatwang, singasari hancur dan digantikan oleh Kediri.R. Wijaya terdesak oleh srangan tentara Jayakatwang di medan utara dan berhasil melarikan diri serta mendapat perlindungan dari kepala desa Kudadu. Selanjutnya, ia berhasil menyeberang ke Madura minta perlindungan dan bantuan kepada bupati Sumenep, Aria Wiraraja. Atas saran dan jaminan Aria Wiraraja, R. Wijaya mengabdikan diri kepada Jayakatwang dan memperoleh tanah di desa tarik yang  kemudian menjadi pusat kerajaan majapahit.
Tentara kubilai khan sebanyak 200.000 orang dibawah pimpinan shis pie, ike mase, dank au shing datang untuk menghukum kertanegara. R.Wijaya begabung dengan tentara cina dan mengadakan serangan ke Kediri karena cina tidak mengetahui terjadinya perubahan kekuasaan di jawa timur. Setelah R. Wijaya dengan bantuan tentara kubilai Khan berhasil mengalahkan Jayakatwang, ia menghantam tentara asing tersebut. Serangan mendadak yang tidak terkira sebelumnya, memaksa tentara kubilai khan meninggakan Jawa Timur terburu-buru dengan sejumlah besar Korban. Akhirnya, R.Wijaya dinobatkan menjadi raja pertama kerajaan Majapahit dengan gelar kertarajasa Jayawardhana (1292-1307).

Faktor-fakto yang mendorong lahirnya kerajaan majapahit sebagai kerajaan besar, antara lain sebagai berikut :

1. Letak majapahit secara geografis sangat strategis, yaitu di tengah-tengah wilayah Indonesia sehingga mudah memainkan peran dalam menyatukan Indonesia, baik secara politik maupun ekonomi.
2. Pusat kerajaan di tepi sungai besar yang mudah dilayari sehingga hubungan dengan dunia luar sangat mudah.
3. Tanahnya subur dan banyak menghasilkan bahan-bahan ekspor, khususnya hasil pertanian utamanya beras dan kacang-kacangan.
4. Sebelum majapahit telah adanya kerajaan-kerajaan jawa timur yang merintisnya, khususnya singasari di bawah Kertanegara. Gagasan Nusantara telah diperoleh dan pelaksanaanya sebagian telah dilakukan.
5. Munculnya tokoh-tokoh kerajaan, seperti R.Wijaya, Hayam Wuruk, dan Patih Gajah mada yang melaksanakan gagasan nusantara dengan “Sumpah palapa”nya.
6. Tidak ada lagi saingan kerajaan di Indonesia, sriwijaya sudah makin lemah setelah serangan dari Cholamandala, sedangkan Kediri akibat siasat yang dilakukan oleh R. Wijaya
7. Di Luar Indonesia tidak ada lagi kerajaan besar yang dapat menjadi perintang. Kerajaan Cholamandala di india dan dinasti Yuan di cina terpecah-pecah setelah raja/kaisar besarnya meninggal.
Untuk menjaga ketentramana kerajaan maka R.Wijaya mengadakan konsolidasi dan mengatur pemerintahan. Orang-orang yang pernah berjasa dalam perjuangan diberi kedudukan dalam pemerintahan. Misalnya, aria Wiraraja diberi tambahan wilayah di lumajang sampai dengan Blambangan, Desa Kudadu dijadikan desa perdikan (bebas pajak dan mengatur daerahnya sendiri). Demikian juga teman seperjuangannya yang lain, diberi kedudukan, ada yang dijadikan menteri, kepala wilayah dan sebagainya.

Untuk memperkuat kedudukannya, keempat putrid Kertanegara dijadikan istrinya, yakni Dewi Tribhuanaeswari, Dewi Narendraduhita, Dewi Prajnaparamita, dan Dewi Gayatri. Tidak lama kemudian tentara singasari yang ikut Ekspedisi pamalayu di bawah pimpinan Kebo Anabrang kembali membaw dua putri boyongan, yakni Dara petak dan Dara jingga. Dara petak diambil istri oleh R. Wijaya, sedangan dara Jingga kawin dengan keluarga raja yang mempunyai anak bernama Adiytawarman. Dialah yang kelak menjadi raja di kerajaan melayu.

Demikian usaha-usaha yang dilakukan oleh R. Wijaya dalam upaya mengatur dan memperkuat kekuasaan oleh masa awal kerajaan majapahit. Pada tahun 1309 R. Wijaya meninggal dunia dan didharmakan di Candi Simping (Sumberjati, blitar) dalam perwujudannya Harihara (siwa dan wisnu dalam satu arca).

2. Jayanegara (1309-1328)
R. Wijaya kemudian digantikan oleh putranya kalagement dengan gelar jayanegara (1309-1328), Putra R. Wijaya dengan dara petak pada masa ini timbul kekacauan di majapahit karena pemerintahan Jayanegara yang kurang berbobot dan adanya rasa tidak puas dari pejuang-pejuang majapahit semasa pemerintahan R.Wijaya.

Kekacauan di majapahit itu berupa pemberontakan yang dapat membahayakan Negara, seperti berikut
a. Pemberontakan Rangga Lawe (1309) yang berkedudukan di Tuban tidak puas karena ia mengharapkan dapat menjadi patih di Majapahit, sedangakan yang diangkat adalah Nambi.
b. Pemberontakan Lembu Sora (1311) karena hasutan Mahapati yang merupakan musuh dalam selimut Jayanegara.
c. Pemberontakan Nambi (1316) karena ambisi ayahya Aria Wiraraja agar Nambi menjadi raja. Semua pemberontakan tersebut dapat dipadamkan.
d. Pemberontakan Kuti (1319) merupakan pemberontakan yang paling membahayakan karena Kuti dapat menduduki istana kerajaa dan jayanegara terpaksa menyingkir ke Bedander. Namun, Pasukan Bayangkari kerajaan di bawah pimpinan Gajah Mada berhasil merebut kembali istana. Jayanegara dapat kembali ke istana lagi dan berkuasa hingga tahun 1328. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya gajah mada kemudian diangkat menjadi patih di Kahuripan dan kemudian di Daha.

3.  Tribhuanatunggadewi (1328-1350)

Pada tahun 1328 jayanegara wafat. Ia tidak mempunyai putra sehingga takhta kerajaan diserahkan kepada Gayatri. Oleh karena Gayari telah menjadi bhiksuni  maka yan tampil adalah putrinya, BhreKahuripan yang bertindak sebagai wali ibunya. Bhre Kahuripan bergelar Tribhuanatunggadewi.
Pemerintahan Tribhuanatunggadewi masih dirongrong pemberontakan, yakni pemberontakan sadeng dan Keta. Namun, pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan oleh Gajah Mada. Sebagai tanda penghargaan, pada tahun 1333 Gajah Mada diangkat sebagai mahapatih Majapahit menggantikan Arya Tadah yang sudah tua. Pada waktu penobatannya, Gajah Mada mengucapkan “Sumpah Palapa” (Tan Amukti Palapa). Isinya, Gajah Mada bersumpah tidak akan makan enak (palapa) sebelum seluruh Nusantara berada di bawah kekuasaan majapahit.

Dalam usaha menyatukan seluruh Nusantara, Gajah mada dibantu oleh Empu Nala dan Adiyawarman. Mula-mula mereka menaklukan Bali (1334). Selanjutnya, satu persatu kerajaan-kerajaan di Nusantara berhasil dipersatukan.

4. Hayum Wuruk (1350-1389)
Pada tahun 1350 Gayatri wafat sehingga Tribhunatunggadewi turun takhta dan digantikan oleh putranya, yakni Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara. Pada masa pemerintahannya bersama patih Gaja Mada, kerajaan majapahit mencapai masa kejayaanya.
Pemerintahan terlaksana secara teratur, baik di tingkat pusat (ibu kota), tingkat menengah (vassal), dan tingkat desa. Sistem pemerintahan daerah (tingkat menengah dan desa) tidak berubah, sedangkan di tingkat pusat diatur sebagai berikut

a. Dewan Saptap Prabu, merupakan penasihat raja yang terdiri atas kerabat keraton dengan jabatan rakryan I hino, rakryan I halu, dan rakriyan I sirikan.
b. Dewan pancaring Wilwatika, merupakan lembaga pelaksana pemerintahan (lembaga eksekutif) semacam dewan menteri yang terdiri atas rakryan mahapatih, rakryan tumenggung, rakryan demung, rakryan rangga, rakryan kanuruhan.
c. Dewan Nayapati (lembaga Yudikatif)  yang mengurusi peradilan
d. Dharmadyaksa, Lembaga yang mengurusi keagamaan terdiri atas Dharmadyaksa ring kasaiwan untuk agama Hindu dan Dharmadyaksa ring Kasogatan untuk agama Buddha.

Dengan demikian, pada masa majapahit penganut agama Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan, rukun dan damai. Bhineka tunggal ika tan hana dharmangrawa inilah semboyan rakyat majapahit dalam menciptakan persatuan dan kesatuan sehingga muncul sebagai kerajaan besar di Nusantara.
Di tingkat tengah terdapat ppemerintah daerah yang dikepalai oleh seorang raja kecil atau bupati. Mereka dapat mengatur daerahnya secara otonom, tetapi setiap tahun berkewajiban datang ke ibu kota sebagai tanda tetap setia dan tunduk kepada pemerintah pusat majapahit. Daerah-daerah demikian disebut mancegara yang berarti Negara (daerah) di luar daerah inti kerajaan. Jadi, untuk mengikat hubungan maka setiap tahun daerah taklukan harus mengirim upeti ke majapahit. Di samping itu juga ada petugas majapahit yang berkeliling ke daerah-daerah untuk melihat keadaan rakyatnya untuk memantau ketertiban dan keamanan dikirimlah duta nitiyasa (petugas sandi) ke seluruh Nusantara.

Di tingkat bawah, terdapat pemerintahan desa yang dikepalai oleh seorang kepala desa. Pemerintahan dilakukan menurut hukum adat desa itu sendiri. Struktur pemerintahan desa masih asli dan kepala desa dipilih secara demokratis.

Dengan kondisi pemerintahan yang stabil dan keamanan yang mantap, sumpah palapa Gajah Mada dapat diwujudkan. Satu per satu wilayah nusantara dapat menyatu dalam wilayah kekuasaan majapahit. Dalam kitab Negarakratagama secara jelas disebutkan daerah-daerah yang masuk wilayah kekuasaan majapahit ialah jawa, Sumatra, tanjungpura (Kalimantan), Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua, Semenanjung Malaka, dan daerah-daerah pulau di sekitarnya.

Majapahit juga menjalin hubungan baik dengan Negara-negara yang jauh, seperti Siam, Champa, dan Cina. Negara-Negara tersebut dianggap sebagai mitreka satata (Negara sahabat yang berkedudukan sama).
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1839 dan digantikan oleh putrinya dyah Kusumawardhani yang didampingi oleh suaminya Wikramawardhana (1389-1429). Hayam Wuruk dengan isteri selir mempunyai anak bhre Wirabhumi yang telah diberik kekuasaan sebagai penguasa daerah (bupati) di Blambangan. Akan tetapi, Bhre Wirabumi menuntuk takhta Majapahit sehingga menimbulkan perang saudara (Perang peregreg) tahu  1401-1406. Pada akhirnya Bhre Wirabumi kalah dan perang saudara tersebut mengakibatkan lemahnya kekuasaan majapahit.

Setelah Wikrmawardhana meninggal (1429) takhtanya digantikan oleh Suhita yang memerintah hingga 1447. Sampai dengan akhir abad ke-15 masih ada raja-raja yang memerintah sebagai keturunan majapahit, Namun telah suram karena tidak ada persatuan dan kesatuan sehingga daerah-daerah jajahan satu demi satu melepaskan diri. Para bupati di pantai utara jawa, seperti demak, Gresik dan Tuban telah menganut agama islam sehingga satu pers satu memisahkan diri dari majapahit.Demikian juga daerah di luar jawa mulai berani tidak mengirim upeti ke Majapahit sampai dengan Majapahit mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh. Dengan demikian, faktor yang menyebabkan kemunduran Majapahit kalau disimpulkan antara lain sebagai berikut

a. Tidak ada lagi tokoh-tokoh yang kuat di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah sepeninggal gajah Mada dan Hayam Wuruk.
b. Terjadinya perang saudara (paregreg)
c. Banyak daerah-daerah jajahan yang melepaskan diri dari kekuasaan majapahit
d. Masuk dan berkembangnya agama islam
Setelah mengalami kemunduran, akhirnya majapahit runtuh. Dalam hal ini ada dua pendapat :
a. Tahun 1478, yakni adanya serangan Girindrawardana dari Kediri. Peristiwa tersebut diberi candrasengkala “Hilang sirnakertaning bhumi” yang berarti tahun 1400 saka/1478 M
b. Tahun 1526, yakni adanya serangan tentara dari Demak di bawah pimpinan Raden Patah. Serangan demak ini menandai berakhirnya kekuasaan Hindu di jawa.

b. Kehidupan sosial Ekonomi majapahit
Kehidupan sosial masa majapahit aman, damai dan tenteram. Dalam kitab negarakrtagama disebutkan bahwa Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling ke daerahdaerah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan kesejahteraan raktyatnya. Perllindungan terhadap rakyat sangat diperhatikan. Demikian juga peradiilan, dilaksanakan secara ketat, siapa yang bersalah dihukum tanpa pandang bulu.
Dalam kehidupan ekonomi, masryarakat majapahit hidup dari pertanian dan perdagangan. Prasarana perekonomian dibangun, seperti jalan lalu lintas sungai dan pelabuhan. Pelabuhan yang besar, antara lain: Surabaya, Gresik dan Tuban. Barang dagangan yang diperjual-belikan antara lain, beras, rempah-rempah dan kayu cendana.

c. Kehidupan kebudayaan Majapahit
Dalam kondisi kehidupan yang aman dan teratur maka suatu masyarakat akan mampu menghasilkan karya-karya budaya yang bermutu tinggi. Hasil budaya majapahit dapat dibedakan sebagai berikut
1. Candi
Banyak candi peninggalan majapahit, seperti Candi penatarn (di Blitar), Candi brahu, candi Bentar (Waringin Lawang), candi Bajang ratu, Candi tikus, dan bangunan-bangunan kuno lainnya, seperti segaran dan Makam Troloyo (di Trowulan).
2. Kesusasteraan
Zaman majapahit bidang sastra sangat berkembang. Hasil sastranya dapat dibagi menjadi zaman Majapahit awal dan majapahit akhir.
a.       Sastra zaman majapahit awal
1. Kitab Negarakrtagama, karangan Empu Prapanca. Isinya tentang kota Majapahit, daerah-daerah jajahan, dan perjalanan Hayam Wuruk keliling ke daerah-daerah.
2. Kitab Sotasoma, karangan Empu Tantular. Di dalam kitab ini terdapat ungkapan yang berbunyi “Bhineka Tunggal ika tan hana dharma mangrawa” yang kemudian dipakai sebgai motto Negara kita.
3. Kitab Arjunawijaya karangan EmputTantular. Isinya tentang raksasa yang dikalahkan oleh arjuna Sasrabahu
4. Kitab kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya
b. Sastra zaman Akhir Majapahit
1. Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja singsari dan Majapahit
2. Kitab Sudayana, isinya tentang peristiwa bubat
3. Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
4. Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Rangga-Lawe
5. Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi raja Majapahit
6. Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar
7. Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung mahameru ke pulau jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa.
d. Kehidupan Hukum kerajaan Majapahit
Majapahit di masa pemerintahan Hayam Wuruk dan patih Gajah mada, telah diciptakan hukum/perundang-undangan majapahit. Kitab/Hukum perundang-undangan Majapahit ini disebut Kutaramanawa yang termuat dalam dua piagam, yakni Piagam Bendasari (Tidak bertarik) dan Piagam Trowulan (Bertarihk 1358). Kitab Kutaramanawa terdiri atas 275 pasal, namun dalam terjemahannya hanya disajikan 272 pasal karena satu pasal rusak dan yang dua lainnya merupakan ulangan pasal yang sejenis. Kitab perundang-undangan ini meliputi hukum pidana dan perdata dan disusun dalam 20 (dua puluh) bab. Sebagai Contoh dapat dikemukakan mengenai bab dan isinya, antara lain sebagai berikut
BabI : Ketentuan umum mengenai denda
Bab II : delapan macam pembunuhan (Astadusta)
Bab III : Perlakuan terhadap rakyat (kawula)
Bab IV : Delapan macam pencurian (astacorah)
Bab V : Paksaan (Sahasa)
Bab VI : Juall beli (adol-atuku)
Bab VII : Gadai (sanda)
Bab XI : Perkawinan (kawarangan)
Bab XII : Warisan (drew kaliliran)
Bab XVII : Wanah (bhumi)
Bab XX : Fitnah (duwilatek)
Proses pengadilan, semua keputusan dalam pengadilan diambil atas nama raja yang disebut Sang Amawabhumi, artinya orang yang mempunyai/menguasai Negara. Dalam soal pengadilan, raja dibantu oleh dua orang dharmadhyaksa, yakni Dharmadhyaksa ring Kasaiwan dan Dharmadhyaksa ring Kasogatan, yakni kepala agama siwa dan kepala agama Buddha. Kedudukan Dharmadhyaksa sama dengan hakim tinggi. Mereka dibantu oleh lima upapatti (pembantu).

9. kerajaan sunda 

Di wilayah jawa barat muncul kerajaan sunda yang diduga merupakan kelanjutan dari kerajaan tarumanegara yang runtuh pada abat ke-17. Berita munculnya kerajaan sunda dapat di ketahui dari prasasti canggal yang di temukan di gunung wuklir,jawa tengah berangaka tahun 732 m.dalam prasasti canggal disebutkan bahwa sanjaya telah mendirikan tempat pemujaan di kunjarakunja [daera wukir].ia adalah anak Sanaha, saudara prempuan Raja sanna. 

Dala  ktab Carit Parahyangan dinyatakan bahwa sanjaya adalah anak raja sena yang berkuasa di kerajaan galuh. Suatu ketika terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu dengan Raja Sena. Raja sena berhasil dikalahkan dan melarikan diri ke Gunung berapi berserta keluarganya. Selanjutnya sanjaya, putra sanaha berkuasa di Galuh.
Beberapa waktu kemudian, Sanjaya pindah ke jawa tengah menjadi raja di mataram, sedangkan sunda dan galuh disrahkan kepada putranya Rahyang Tamperan. Sampai sekarang para ahli masih berbeda pendapat mengenai keterkaitan antara tokoh sanna dan Sanjaya di dalam Prasasti Canggal dengan Raja sena dan Sanjaya di dalam kita Carita Parahyangan.

a. Kehidupan Politik
Dalam waktu yang cukup lama tidak dapat diketahui perkembangan keadaan kerajaan sunda selanjutnya. Kerajaan sunda baru muncul kembali pada abad ke-11 (1030) ketika di bawah pemerintahan maharaja Sri Jayabhupati. Nama Maharaja Sri Jayabhupati terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang diteukan di pancalikan dan bantarmuncang di tepi sungai Citatih, Cibadak, sukabumi. Prasasti itu berangka tahun 952 saka (1030 M), berbahasa jawa kuno dengan huruf kawi. Isinya, antara lain menyebutkan bahwa Maharaja Sri Jayabhupati Jayamanahen Winsumurti Samararijaya SakalaBuwana Mandalesrananindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa berkuasa di Prahajyan sunda.
Prasasti sanghyang Tapak juga berisi pembuatan daerah terlarangan di sebelah timur Sanghyang Tapak. Daerah itu berupa sebagian dari sungai yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilir oleh raja Jayabhupati penguasa kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu, orang tidak boleh menangkap ikan dan segala hewan yang hidup di sungai tersebut. Siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa. Orang yang terkena kutukan sangat mengerikan karena akan terbelah kepalana, terminum darahnya, dan terpotong-potong usunya. Tujuannya, mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan agar ikan dan binatang lainnya tidak punah.

Berdasarkan gelar yang digunakannya, menunjukkan ada kesamaanya dengan gelar Airlangga di Jawa Timur. Selain itu, masa pemerintahannya juga bersamaan. Ada dugaan bahwa di antara kedua kerajaan itu ada hubungan atau pengaruh. Namun, Sri Jayabhupati menegaskan bahwa dirinya sebagai Haji ri Sunda (Raja di Sunda). Dengan demikian jelas bahwa Jayabhupati bukan merupakan raja bawahan Airlangga.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhupati, pusat kerajaan Sunda ialah pakwan pajajaran. Akan tetapi, tidak lama kemudia pusat kerajaanya dipindahkan ke Kawali (daerah Cirebon sekarang). Kawali dekat dengan Galuh, yakni pusat kerajaan Sunda masa sanjaya.
Agama yang dianut Sri Jayabhupati ialah Hindu aliran Wisnu atau Hindu Waisnawa. Hal ini dapat diketahui dari gelarnya, yaitu Wisnumurti agama yang sama juga dianut oleh Airlangga. Dengan ada kemungkinan bahwa pada abad ke-11 agama yang berkembang di Jawa adalah Hindu Waisnawa.
Setelah masa pemerintahan Jayabhupati, pada tahun 1350 yang menjadi raja di kerajaan Sunda adalah prabu Maharaja. Ia mempunyai seorang putrid bernama Dyah Pitaloka. Putri itu akan dijadikan istri oleh raja Majapahit, hayam wuruk. Raja sunda bersama para pengiringnya datang ke Majapahit mengantarkan putrinya untuk menikah. Akan tetapi, Gaja Mada menginginkan agar putrid itu dipersembahkan sebagai tanda takhluk. Akhirnya timbul perang. Gajah mada ingin memaksakan kehendaknya, sebab kerajaan Sunda adalah satu-satunya kerajaan yang belum tunduk di bawah kekuasaan majapahit. Ini berarti, Sumpah Palapa tidak bisa terwujud sepenuhnya. Kebetulan, Raja Sunda datang untuk menikahkan putrinya dengan Hayam Wuruk. Ini adalah kesempatan yang baik untuk menaklukan Sunda.

Prabu Maharaja berperang melawan tentara majapahit yang dipimpin Gajah Mada di daerah Bubat pada tahun 1357. Kekuatan tentara Sunda tidak seimbang dengan kekuatan tentara Gajah MADA. Dalam pertempuran itu, Raja Sunda bersama Putri Dyah Pitaloka dan para pengiringnya terbunuh. Kematian Raja Sunda dan calon istrinya membuat Raja Hayam Wuruk marah besar kepada Gajah Mada. Gajah mada kemudian diberhentikan sebagai mahapatih majapahit. Sejak itulah hubungan antara Hayam Wuruk dan gaja mada retak.

Prabu maharaja digantikan oleh putranya yang bernama Rahyang Nsikala Wastu Kancana. Menurut kitab Carita Parahyangan, pada waktu terjadi perang bubat, Wastukancana baru berumur 5 tahun. Ia tidak ikut ke majapahit sehingga selamat dari kematian. Dalam pemerintahan, Wastu kancana diwakili oleh Rahyang Bunisora yang berlangsung sekitar 14 tahun (!357-1371). Setelah naik takhta, Wastu kancana sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ia memerintah sesuai dengan undang-undang dan taat pada agamanya. Oleh karena itu, kerajaanya aman dan makmur. Masa pemerintahan Wastu Kancana cukup lama (1371-1471).

Pengganti Wastu Kancana adalah Tohaan di Galuh atau Rahyang Ningrat Kancana. Ia memegang pemerintahan selama tujuh tahun (1471-1478). Setelah itu, kerajaan sunda berada di bawah pemerintahan Sang Ratu Jayadewata (1482-1521). Pada prasasti Kebantenan, Jayadewata disebut sebagai susuhan di pakwan Pajajaran. Pada prasasti Batu tulis, sang Ratu Jayadewata disebut dengan Nama Sri Baduga Maharaja. Ia adalah putra ningrat Kancana. Di bawah pemerintahan sang ratu Jayadewata, Kerajaan Sunda mencapai puncak kejayaanya. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia juga memerintahkan membuat parit di sekeliling ibu kota kerajaan yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu, sehingga kerajaan menjadi aman, tenteram dan sejahtera.

Sang Ratu Jayadewata, telah memperhitungkan adanya pengaruh islam yang makin meluas di Kerajaan Sunda. Untuk mengantisipasinya, sang Ratu menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka. Dari berita Portugis, dapat diperoleh keterangan bahwa pada tahun itu, Malaka telah berada di bawah kekuasaan portugis.

Pada tahun 1522, perutusan Portugis di bawah pimpinan Hendrik de Leme datang ke kerajaan sunda. Pada waktu itu, kerajan sunda berada di bawah pemerintahan Ratu Samiam. Ratu Samian menurut para ahli sama dengan Prabu Surawisesa yang disebut dalam kita carita Parahyangan. Masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 1521-1535. Jika hal itu benar maka pada waktu ia memimpin perutusan ke Malaka, Surawisesa (Ratu Samiam) masih menjadi putra Mahkota.

Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan tentara islam di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin dari kerajaan banten. Beberapa kali tentara islam berusaha merebut ibu kota kerajaan sunda, tetapi belu berhasil pada tahun 1527, Sunda Kelapa yang merupakan pelabuhan terbesar kerajaan sunda jatuh ke tangan islam. Akibatnya, hubungan pusat kerajaan sunda di pedalaman dengan daerah luar terputus. Satu per satu pelabuhan kerajaan sunda jatuh ke tangan kekuasaan kerajaan Banten sehingga raja sunda terpaksa bertahan di pedalaman.

Prabu Surawisesa digantikan oleh Prabu Ratu Dewata (1535-1543). Kerajaan sunda hanya bertahan di pedalaman. Pada masa itu, sering terjadi serangan terhadap kerajaan Sunda dari kerajaan banten . Hal ini sesuai dengan kitab Purwaka Caruban Nagari yang berkaitan dengan sejara Cirebon. Dalam naskah tersebut dinyatakan bahwa pada abad ke-15 di Cirebon telah berdiri perguruan islam jauh sebelum Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) berdakwah menyebarkan agama islam.

Ratu Dewata kemudian digantikan oleh sang Ratu Saksi (1543-1551). Ia seorang raja yang kejam dan senang berfoya-foya. Ratu saksi kemudian digantikan oleh Tohaan di Majaya (1551-1567). Ia juga soerang raja yang suka berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Raja terakhir kerajaan sunda ialah Nusisaya Mulya. Kerajaan Sunda lemah sekali sehingga tidak mampu bertahan dari serangan tentara islam dari banten dan runtuhlah kerajaan Sunda di Jawa Barat.

b.Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Sunda

Berdasarkan kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, kehidupan sosial masyarakat kerajaan Sunda dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain sebagai berikut

1. Kelompok Rohani dan Cendekiawan
Kelompok Rohan dan Cendekiawan adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang tertentu. Misalnya, Brahmana yang mengetahui berbagai macam mantra, Pratanda yang mengetahui berbagai macam tingkat dan kehidupan keagamaan, dan Janggan yang mengetahui berbagai macam pemujaan, memen yang mengetahui berbagai amcam cerita, Praguna mengtahui berbagai macam lagu atau nyanyian, dan prepatun yang memiliki berbagai macam cerita pantun
2. Kelompok Aparat Pemerintah
Kelompok Masyarakat sebagai alat pemerintah (Negara), misalnya bhayangkara (bertugas menjaga keamanan), prajurit (tentara), dan hulujurit (kepala prajurit)
3. Kelompok Ekonomi
Kelompok ekonomi adalah orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi. Misalnya, juru lukis (pelukis), pande mas (perajin emas), Pandedang (pembuat perabot rumah tangga), pesawah (petani) dan palika (nelayan).

Pada masa kekuasaan raja-raja sunda, kehidupan sosial ekonomi masyarakat cukup mendapatkan perhatian. Meskipun pusat kekuasaan kerajaan Sunda berada di pedalaman, namun hubungan dagang dengan daerah atau bangsa lain berjalan baik. Kerajaan sunda memiliki pelabuhan-pelabuan penting, seperti Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda kelapa, dan Cimanuk. Di kota-kota pelabuhan tersebut diperdagangkan lada, beras, sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan peliharaan.

Di samping kegiatan perdagangan, pertanian merupakan kegiatan mayoritas rakyat sunda. Berdasarkan kitab Carita parahiyangan dapat diketahui bahwa kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan sunda umumnya bertani, khususnya berlanda (berhuma). Misalnya, pahuma (peladang), panggerak (pemburu), dan penyadap. Ketiganya merupakan jenis pekerjaan di ladang. Aktivitas berladang memiliki ciri kehidupan selalu berpindah-pindah. Hal ini menjadi salah satu bagian dari tradisi sosial kerajaan Sunda yang dibuktikan dengan sering pindahnya pusat kerajaan Sunda

Selain bertani, kehidupan masyarakat kerajaan sunda juga berdagan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya enam buah kota Bandar yang cukup penting dan ramai dikunjungi para pedagan dari berbagai daerah atau bangsa lain. Melalui keenam Bandar tersebut, dilakukan usaha perdagangan dengan pihak luar.
c. Kehidupan Budaya kerajaan Sunda

Kehidupan Masyarakat kerajaan Sunda adalah pedagang sehingga sering berpindah-pindah. Oleh karena itu, kerajaan sunda tidak banyak meninggalkan bangunan yang permanen, seperti keraton, candi, dan prasasti. Candi yang paling dikenal dengan kerajaan Sunda adalah Candi Cangkuang yang berada di Leles, Garut jawa barat.

Hasil budaya masyarakat kerajaan Sunda yang lain berupa karya sastra baik tertulis maupun Lisan. Bentuk sastra tertulis, misalnya kitab Caira Parahyangan, sedangkan bentuk sastra lisan berupa pantun, seperti Haturwangi dan siliwangi.

10. Kerajaan Bali Kuno

Kerajaan Bali kuno terletak di pulau Bali yang berada di sebalah timur Provinsi Jawa Timur. Kerajaan Bali mempunyai hubungan sejarah yang erat dengan kerajaan-kerajaan di Pulau jawa, khususnya di jawa timur, seperti kerajaan singasari dan majapahit

a. Kehidupan politik
Berita tertua mengenai bali bersumber dari Bali sendiri, yakni berupa beberapa buah cap kecil dari tanah liat yang berukuran 2,5 cm yang ditemukan di pejeng, Bali. Cap-cap itu dibuat pada abad ke-8 M. Adapun prasasti tertua di Bali berangka tahun882 M, memberitakan perintah membuat pertapaan dan pasanggrahan di Bukit Kintamani. Di dalam prasasti tersebut tidak menulis nama raja yang memerintah pada masa itu. Demikian juga prasasti yang berangka tahun 911 M yang isinya memberikan izin kepada penduduk Desa Trunyaan untuk membangun tempat suci bagi pemujaan Bhattara da Tonta.

Munculnya kerajaan bali dapat diketahui dari Prasasti Blanjon (Sanur) yang berangka tahun 914 M. Prasasti tersebut ditulis dengan huruf Pranagani dan Kawi, sedang bahasanya ialah bali kuno dan sanskerta. Raja bali yang pertama ialah kesari Warmadewa. Ia bertakhta di Istana singhadwala dan merupakan raja yang mendirikan Dinasti Warmadewa. Dua tahun kemudian, Kesari Warmadewa digantikan oleh Ugrasena (915-942).. Raja Ugrasena bertakhta di istana Singhamandawa. Masa pemerintahannya sezaman dengan pemerintahan Empu Sendok dari keluarga Isana di jawa Timur. Raja Ugrasena meninggalkan Sembilan prasasti yang umumnya berisi tentang pembebasan pajak untuk daerah-daerah tertentu.

Raja yang memerintah setelah Ugrasena adalah Aji Tabanendra Warmadewa (955-967). Raja ini memerintah bersama-sama permaisurinya yang bernama Sri Subradrika Dharmadewi. Pengganti berikutnya ialah jaya singha Warmadewa (968-975). Raja ini membangun sebuah pemandian dari sebuah mata air yang ada di Desa Manukaya. Pemandian itu disebut Tirtha Mpul yang terletak di dekat Tampaksiring.

Raja Jayasingha digantikan oleh Janasadhu Warmadewa (975-983). Pada tahun 983 muncul seorang raja wanita yang bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Pengganti Sri wijaya Mahadewi ialah Udayana Warmadewa. Ia memerintah bersama permaisurinya, yaitu Gunapriya Dharmapatni yang lebih dikenal sebagai Mahendradatta. Udayana memerintah bersama permaisurinya sampai dengan tahun 1001 M karena pada tahun itu Mahendradatta meninggal. Udayana meneruskan pemerintahannya sampai dengan tahun 1011 M.

Raja Udayana mempunyai tiga orang putra, yakni Airlangga, Marakata, dan Anak wungsu. Airlangga tidak pernah memerintah di Bali sebab menjadi menantu Dhamamangsa di jawa Timur. Oleh karena itu, setelah Udayana meninggal, takhtanya digantikan Oleh marakata. Setelah naik takhta, Marakarta memakai gelar Dhamawangsawardhana Marakata Pangkaraja sthana Uttunngadewa. Masa pemerintahan marakata sezaman dengan Airlangga (1011-1022 M). ia dianggap sebagai kebenaran hukum yang selalu memerhatikan dan melindungi rakyatnya. Oleh karena itu, marakata disegani dan ditaati oleh rakyatnya.

Pengganti Marakata ialah Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan Raja Bali yang paling banyak meninggalkan prasasti, yakni ada kurang lebih 28 buah prasasti dan tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali selatan. Anak Wungsu berhasil memegang tampuk pemerintah di Bali selama 28 Tahun (1049-1077). Semasa pemerintahannya, ia berhasil mewujudkan kerajaan yang aman, damai, dan sejahtera. Penganut agama Hindu cdapat hidup berdampingan dengan agama Buddha. Anak Wungsu berhasil membangun sebuah kompleks percandian di gunung Kawi (sebelah selatan Tampaksiring) yang merupakan peninggalan terbesar di Bali. Masa pemerintahannya yang gemilang, anak Wungsu dianggap oleh rakyatnya sebagai penjelmaan Dewa Hari (Dewa kebaikan). Setelah meninggal, anak Wungsu didhamakan di Candi Gunung Kawi.

Anak wungsu tidak meninggalkan putranya. Permaisurinya dikenal dengan nama Batari Mandu. Raja yang memerintah setelah anak wungsu yang terkenal Ialah Jayasakti (1133-1150). Masa pemerintahan Jayasakti sezaman dengan raja Jayabaya di Kediri. Pada saat itu agama Buddha, Siwaisme, dan Waisnama berkembang dengaan baik. Raja Jayasakti disebut sebagai penjilmaan dewa Wisnu. Sebagai seorang raja yang bijaksana, ia memerintah kerajaan berdasarkan pada hukum keadilan dan kemanusiaan. Kitab undang-undang yang berlaku pada masa pemerintahannya ialah Utara Widdhi Balawan dan Raja Wacana atau Rajaniti.

Raja Bali yang terkenal ialah Jayapangus (1177-1181). Raja Jayapungus dianggap sebagai penyelamat rakyat yang terkena malapetaka karena melalaikan ibadah. Jayapungus menerima wahyu dari Dewa untuk mengajak rakyat kembali melakukan upacara ritual agama yang sampai sekarang dikenal dan diperingati sebagai upacara galungan. Kitab undang-undang yang digunakan sebagai pedoman masa pemerintahannya ialah kitab mana wakamandaka.

Setelah Jayapangus, Bali diperintah oleh raja-raja yang lemah. Bali kemudian berhasil ditaklukan oleh Gajah Mada dan menjadi wilayah kekuasaan majapahit.

b. Kehidupan sosial Ekonomi Kerajaan Bali kuno
Struktur masyarakat yang berkembang pada masa kerajaan Bali kuno, sesuai dengan kebudayaan Hindu di india, yaitu pada awalnya diwarnai dengan sistem kasta yang disebut caturwarna. Untuk masyarakat yang berada di luar kasta disebut budak atau njaba.

Selain itu, ada hal yang menarik dalam sistem keluarga di Bali yakni berkaitan dengan pemberian nama anak. Misalnya, Wayan, Made, nyoman dank tut. Untuk anak pertama dari golongan brahmana dan ksatria disebut putu.

Kehidupan perekonomian masyarakat dari kerajaan bali kuno bertumpu pada pertanian. Beberapa istilah yang berkaitan dengan bercocok tanam, antara lain sawah, parlak (Sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun) dan kasuwakan (irigasi). Selain bercocok tanam, ada yang bekerja sector di kerajinan. Mereka memiliki kepandaian membuat barang-barang kerajinan dari emas dan perak, peralatan rumah tangga, dan alat-alat pertanian. Bahkan, ada memiliki kepandaian memahat dan melukis.

Kegiatan perdagangan pun sudah cukup maju. Di beberapa desa terdapat golongan saudagar yang disebut wanigrama (Saudagar laki-laki) dan wanigrami (Saudagar perempuan). Mereka memiliki kepala atau pejabat yang mengurus kegiatan perdagangan yang disebut banigrama atau banigrami.

c. Kehidupan budaya kerajaan Bali Kuno
Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke bali, berpengaruh besar pada masyarakatnya. Sampai saat ini mayoritas penduduk bali menganut agama Hindu. Agama Hindu di bali telah bercampur dengan adat istiadat setempat sehingga hindu Khas Bali disebut Hindu Dharma. Agama Buddha juga berkembang, meskipun tidak sepesat agama Hindu. Hal ini dapat diketahui dari jumlah pedanda (pendeta) agama hindu (siwa) yang bergelar dangacarrya lebih banyak dari pada pendeta Buddha yang bergelar dang upadhyaya. Agama Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan secara damai, menunjukkan adanya toleransi yang tinggi dalam masyarakat di bali.

Di bidang budaya berkaitan dengan kehidupan keagamaan dapat dijumpai pada bangunan peninggalan masa kuno yang sampai sekarang masih dapat kita saksikan, seperti candi dan pura. Peninggalan bangunan candi, seperti Candi padas di Gunung kawi.Sebaliknya, untuk peninggalan pura diantaranya ialah Pura Agung Besakih.

B. RUNTUHNYA KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA

1. Penyebab Runtuhnya kerajaan-kerajaan bercorak hindu-Buddha
Kalian semua masih ingat, setelah pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia maka di Indonesia muncculah kerajaan-kerajaan yang bercorak hindu dan Buddha. Salah satu ciri pokok sejarah adalah adanya perubahan. Oleh karena itu, sejarah juga mempelajari kehidupan manusia karena kehidupan manusia juga mengalami perubahan. Demikian juga peristiwa sejarah, dalam arti bahwa segala sesuatu peristiwa termasuk juga adanya kerajaan, dimulai dari muncul, berkembang, mencapai puncak, mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh. Demikian analog Moh. Yamin mengenai kerajaan majapahit, yakni muncul, berkembang, mencapai puncak dan akhirnya runtuh.
2. Kelanjutan Tradisi Hindu-Buddha di Masyarakat
Dengan masuknya pengaruh Hindu Buddha di Indonesia menyebabkan muncul kerajaan-kerajaan yang bercorak hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan yang bercorak hindu-Buddha berlangsung cukup lama, yakni dari abad ke-4 sampai dengan abad ke-15.
Dalam masa abad yang cukup lama tersebut ada banyak kerajaan yang muncul, baik yang tergolong kerajaan senusa atau kerajaan antarnusa dengan coraknya masing-masing. Dalam masa kerajaan maka kerajaan menjadi pusat kehidupan, baik di bidang sosial, politik, ekonomi ataupun budaya. Dengan kata lain, kehidupan kerajaan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat baik di bidang sosial, politik, ekonomi, maupun budaya. Dengan demikian, meskipun kerajaan-kerajaan tersebut telah mengalami keruntuhan, tradisi-tradisi yang telah lama berpengaruh dalam masyarakat tetap hidup dan lestari sampai sekarang.

Silahkan Masukkan Email anda Untuk Update Fakta Lainnya:

0 Response to "Perkembangan Tradisi Hindu-Buddha, Masa-masa kerajaan hindu buddha"

Post a Comment

Tolong Jangan Melakukan SPAM ya.
KOMENTARLAH SESUAI ARTIKEL DI ATAS :)

TERIMA KASIH
ADMIN
INDRA SAPUTRA